Keharusan menggerakan bibir saat membaca ayat atau dzikir dalam shalat
Saat kita shalat sunnah atau shalat yang bacaannya tidak dijarkan (tidak dikeraskan) atau saat kita membaca dzikir dalam shalat yang tak dikeraskan seperti saat ruku’, sujud, tasyahud dan sebagainya, umumnya kita membacanya hanya dalam hati dan sama sekali tidak ada gerakan bibir. Awas jangan sampai ini diremehkan, sebab dapat membatalkan shalat kita.
Di sini ana tak akan membahas perlunya dzikir hati dan fikiran dengan memahami dan mengkonsentrasi apa yang dibacanya. Hal ini sudah sangat jelas amat dibutuhkan dan wajib hukumnya. Tetapi pembahasan di sini adalah dzikir lisan yang harus disertai gerakan bibir saat shalat, baik saat membaca surat atau saat membaca do'a/dzikir lainnya terutama yang termasuk rukun shalat.
Dalil yang jelas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat membaca dzikir dalam shalat itu menggerakan bibirnya.
Khabaab bin Arot radhiallahu ‘anhu pernah ditanya:
أكان النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يقرأُ في الظهرِ والعصرِ ؟ قال: نعم ، قُلنا: بِأَيِّ شيٍء كنتم تعرفونَ ؟ قال: باضطرابِ لِحْيَتِهِ
"Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surah dalam shalat Zhuhur dan ‘Ashar?” Dia menjawab, “Ya.” Kami tanyakan lagi, “Bagaimana kalian bisa mengetahuinya?” Dia menjawab, “Dari gerakan jenggot beliau.” [HRm Bukhari no.760]
Hadits diatas tegas menunjukkan bahwa saat shalat yang bacaanya tidak dikeraskan, maka tetap dituntut membaca ayat Quran atau dzikir lainnya dengan terlihatnya gerakan bibir dan tak cukup membacanya dalam hati saja.
Penegasan membaca yang dimaksud adalah harus disertai dengan adanya gerakan bibir ini diperkuat pemahamannya dengan melihat ayat di bawah:
لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ
"Jangan engkau (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Quran) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya". (QS. Al-Qiyaamah: 16)
Lihatlah, ayat diatas menghubungkan pengertian membaca Al Quran dengan gerakan lisan.
القراءة لا تكون إلا بتحريك اللسان بالحروف
"Membaca itu tak lain adalah dengan menggerakan lisannya dengan huruf (yang dibacanya itu -pent)". (Badaa’i As-Shonaa’i 4/118)
Ibnu Rusyd rahimahullah menceritakan bahwa Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang:
يقرأ في الصلاة ، لا يُسْمِعُ أحداً ولا نفسَه ، ولا يحرك به لساناً
"Seseorang yang membaca dalam shalat tetapi tak ada seorangpun yang bisa mendengarkan bacaanya, bahkan dalam shalat dirinya sendiripun tak mendengarnya dan tidak menggerakan lisannya saat membaca bacaan tersebut".
Maka Imam Malik rahimahullah menjawab:
ليست هذه قراءة ، وإنما القراءة ما حرك له اللسان
"Ini bukan termasuk membaca (berzikir). Berzikir itu dengan menggerakkan lisan". (Al- Bayaan wa At-Tahshiil 1/490)
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah saat ditanya tentang orang yang membaca dalam shalatnya tanpa menggerakan lisannya sama sekali (hanya membaca dalam hati), maka beliau mengatakan:
القراءة لابد أن تكون باللسان ، فإذا قرأ الإنسان بقلبه في الصلاة فإن ذلك لا يجزئه ، وكذلك أيضاً سائر الأذكار ، لا تجزئ بالقلب ، بل لابد أن يحرك الإنسان بها لسانه وشفتيه, لأنها أقوال ، ولا تتحقق إلا بتحريك اللسان والشفتين
"Bacaan itu harus dengan lisan, jika seseorang dalam shalatnya hanya membaca didalam hati, maka itu tidak sah. Demikian juga bacaan-bacaan yang lain, tidak boleh hanya dengan hati. Namun harus menggerakan lisan dan bibirnya, barulah disebut sebagai perkataan. Dan perkataan tidak mungkin terwujud kecuali dengan menggerakkan lisan dan bibir". (Majmu’ Fatawa 13/156)
Kesimpulannya, seseorang yang shalat dalam bacaan shalatnya baik bacaan surat, ayat atau bacaan dzikir shalat terutama yang termasuk rukun shalat tidak menggerakan lisannya dan hanya membacanya dalam hati, maka shalatnya tidak sah. Usahakan bacaan saat shalat sendirian atau bacaan dzikir lainnya yang dibaca sir/tidak keras itu, tetap bisa didengar oleh telinga kita sendiri.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم